KATA PENGANTAR
Ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa tanpa berkatnya karya tulis ini tidak dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusunan karya tulis ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata pelajaran Sosiologi dan dapat memahami apa itu kerukunan, cakupannya, dan
unsur-unsurnya bisa menjadi penggerak kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan juga dalam
kehidupan beragama.
Penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih
kepada orang tua yang telah memberikan dorongan untuk penyelesaian tugas ini.
Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dwi Budi selaku
Guru Bidang Studi dan semua pihak yang telah bersedia meluangkan waktu dan
pikirannya demi penyelesaian karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini belum
sempurna. Sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif atau yang
bersifat membangun demi penyempurnaan atau perbaikan-perbaikan karya tulis ini
.
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI ………………………………………………………….........................
2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………...….…. 3
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………...……… 4
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………...….. 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kerukunan ………………………………………………………………………..5
2.2 Faktor dan Unsur Pembentuk Terciptanya
Kerukunan …………………….. 8
2.3 Hidup Antar Umat Beragama di Indonesia
………………………………….. 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………….… 11
3.2 Saran – saran …………………………………………………………….…… 11
Daftar Pustaka
…………………………………………………………………….…. 12
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kerukunan
adalah kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan
sehari-hari, kerukunan selalu disejajarkan dengan situasi atau keadaan dimana
antar anggota dalam masyarakat saling menghargai dan menghormati satu dengan
yang lainya. Sikap saling menghargai dan menghormati ini menciptakan
keselarasan/keserasian hidup dalam masyarakat. Keselarasan dan keserasian hidup
ini memungkinkan setiap individu berkarya baik itu untuk kepentingan pribadi
individu itu sendiri maupun aspek sosial dari karya individu tersebut.
Kata
kerukunan ini tidaklah mudah dalam pengejahwantahannya. Karena hal inilah maka
kerukunan itu menjadi cita-cita harapan yang diperjuangkan (bersama).Dalam
konteks berbangsa/bernagara, budaya/adat-istiadat, beragama, berbahasa - kerukunan
sungguh menjadi cita-cita harapan yang harus diperjuangkan bersama. Dikatakan
‘sungguh’ oleh karena kita ‘sungguh’ berada dalam suatu bangsa yang ‘sungguh’
banyak perbedaannya. Maka, kerukunan merupakan sesuatu (keadaaan) yang
‘sungguh’ harus diperjuangkan (bersama).
Dikatakan sebelumnya bahwa kerukunan itu penting untuk diusahakan, maka pemahaman akan kerukunan itu sendiri menjadi penting untuk dibahas ataupun juga ditanamkan dalam pribadi setiap induvidu. Berkaitan dengan ini, penulis mencoba membantu pembaca untuk melihat seperti apakah kerukunan itu.Penulis mencoba mendalami tema kerukunan ini melalui tulisan dengan judul KERUKUNAN SEBUAH PENDALAMAN.
Dikatakan sebelumnya bahwa kerukunan itu penting untuk diusahakan, maka pemahaman akan kerukunan itu sendiri menjadi penting untuk dibahas ataupun juga ditanamkan dalam pribadi setiap induvidu. Berkaitan dengan ini, penulis mencoba membantu pembaca untuk melihat seperti apakah kerukunan itu.Penulis mencoba mendalami tema kerukunan ini melalui tulisan dengan judul KERUKUNAN SEBUAH PENDALAMAN.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apa itu kerukunan beserta cangkupannya ?
1.2.2
Apa Factor/unsur pembentuk terciptanya kerukunan?
1.2.3
Bagaimana kerukunan hidup antar umat berbangsa di Indonesia ?
1.3 Tujuan penulisan
1.
Mendeskripsikan kerukunan beserta cakupannya
2.
Mendeskripsikan factor/unsur pembentuk terciptanya kerukunan.
3.
Mendeskripsikan praktik kerukunan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kerukunan
Secara
umum kerukunan dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana tercipta suatu
keseimbangan sosial dalam masyarakat. Kerukunan ini juga bisa diartikan sebagai
keadaan atau situasi bebas konflik. Bila ditinjau lebih jauh terutama bila
dilihat dari kata dasarnya, rukun, maka kerukunan bukan hanya sebagai suatu
situasi atau kondisi semata tetapi lebih dari itu kerukunan mencerminkan suatu
relasi yang intim antar individu ataupun kelompok dalam suatu tatanan kehidupan
bermasyarakat atau beragama.
Cakupan kerukunan :
a) Kerukunan dalam Keluarga
Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan
warga "kulawarga" yang berarti "anggota" "kelompok
kerabat". Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih
memiliki hubungan darah, bersatu. Keluarga inti ("nuclear family")
terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka.
Keluarga
merupakan lingkungan yang paling kecil dalam masyarakat. Selain itu, antar
anggota keluarga memiliki ikatan darah yang kuat. Kedua hal ini memungkinkan
kerukunan dalam keluarga itu mudah tercipta.
Namun demikian, terkadang keluarga sebagai suatu unit
social terkecil dalam masyarakat dan tempat menanaman nilai dan norma paling
awal, justru tidak menjalankan fungsinya. Hal ini dikerenakan ‘aktor-aktris’
utama (dalam hal ini suami-istri) dalam keluarga tidak berkontribusi dalam
penanaman nilai-norma yang baik bagi anak-anak mereka.
Terlepas dari semua hal itu, kerukunan dalam keluarga
menjadi dasar bagi kerukunan dalam cakupan yang lebih luas. Oleh karenanya,
kerukunan dalam keluarga menjadi penting untuk dipupuk sejak dini.
b) Kerukunan
dalam hidup beragama
Dalam hidup beragama, kerukunan lebih dilihat sebagai
suatu keadaan dimana tercipta saling pengertian, saling menghormati antar
pemaluk agama. Kerukunan dalam hidup beragama manjadi suatu hal yang penting
manakala kita dalam kehidupan bersama, dalam hal ini mencakup kebersamaan kita
dalam berbangsa dan bernegara; dihadapkan pada kondisi kemajemukan, seperti
yang dialami oleh Negara kit asaat ini.
Kemajemukan di negara kita ini mencakup begitu banyak
aspek dan salah satunya adalah agama/kepercayaan/religiusitas. Hemat kami,
kerukunan tercipta manakala setiap pemeluk agama mengerti dan memahami apa yang
diajarkan agamanya. Selain itu, hal yang tak kalah penting ialah bahwa setiap
umat beragama harus menyadari bahwa negara kita ini adalah negara yang majemuk,
sehingga tidak ada agama yamg merasa diri sebagai agama yang benar,mengatasi
agama-agama lainnya. Bila umat beragama sadar,menghormati kemajemukan beragama,
maka kerukunan antar umat beragama bisa tercipta.
c) Kerukunan
dalam hidup bermasyarakat
Kerukunan hidup dalam bermasyarakat memiliki landasan
yang sama dengan kerukunan dalam hidup beragama, namun cakupannya lebih luas.
Kalau dalam kehidupan beragama, sikap saling menghormati terjadi antar kelompok
agama; dalam kehidupan bermasyarakat, sikap saling menghormati terjadi antar
individu dalam masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat selain sikap
dasariah ini, norma-norma umum baik yang tertulis maupun tidak tertulis, juga
menjadi faktor penting bagi terciptanya kerukunan.
d) Kerukunan dalam berbudaya
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki begitu
banyak kebudayaan sehingga kemudian munculah istilah majemuk, negara yang
majemuk. Kemajemukan
itu terjadi di segala bidang kehidupan dan salah satunya adalah budaya.
Budaya
yang beranekaragam ini membawa keuntungan bagi negara terutama pemasukan dari
sector pariwisata. Selain itu yang paling penting ialah bahwa kemajemukan
budaya ini memberikan kontribusi yang tak ternilai bagi terbentuknya identitas nasional Negara Indonesia.
Namun demikian, perbedaan budaya juga tak
jarang menimbulkan konflik. Sikap tidak saling menghormati antar budaya selalu
mejadi factor utama terjadinya konflik tersebut. Selain itu sukuisme masih
tertanam kuat dalam diri masyarakat yang bertikai. Berhadapan dengan kenyataan
seperti ini, keberadaan unsur-unsur dan factor-faktor pembentuk kerukunan
menjadi sangatlah penting.
2.2 Faktor dan unsur pembentuk terciptanya kerukunan
a) Nilai
dan norma
Dalam kehidupan berkeluarga, beragama, berbudaya,
berbangsa dan bernegara, terdapat sitem nilai atau norma baik itu yang tertulis
maupun yang tidak tertulis. Nilai dan norma ini merupakan pedoman hidup yang diterima dan diakui bersama oleh masyarakat.
Keberadaan nila dan norma ini dalam kehidupan
bersama menjadi sangat panting terutama dalam mengatur hubungan dan tata
kelakuan dalam hidup bersama. Bila dilihat dari fungsinya, nila dan norma
berpotensi besar dalam mewujudkan apa yang dinamakan kerukunan baik itu dalam
berkeluarga, beragama, berbudaya, maupun dalam berbangsa dan bernegara.
Sikap saling menghormati tercakup dalam sistem nilai dan norma. Sikap saling menghormati antar individu, agama, budaya, menjadi factor penting terciptanya kerukunan. Bila setiap individu dalam masyarakat memiliki sikap ini, kerukuan dalam bentuk dan cakupan apa pun akan tercipta.
Sikap saling menghormati tercakup dalam sistem nilai dan norma. Sikap saling menghormati antar individu, agama, budaya, menjadi factor penting terciptanya kerukunan. Bila setiap individu dalam masyarakat memiliki sikap ini, kerukuan dalam bentuk dan cakupan apa pun akan tercipta.
b) UUD’45,
UU(Undang-undang), dan PP(PeraturanPemerintah)
Selain sistem nilai dan norma, UUD’45, UU,PP, juga
menjadi unsur pembentuk terciptanya kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.
Mengapa ketiga hal ini perlu? Dalam kehidupan bermasyarakat, ada saat dimana
sistem nilai dan norma yang diakui bersama dalam masyarakat telah kehilangan
kewibawaannya. Masyarakat tidak lagi menghormati nilai dan norma yang ada, maka
dalam upaya menyelesaikan masalah ini, UUD’45, UU, dan PP menjadi acuan.
Disinilah peran penting UUD’45, UU, dan PP dalam menciptakan kerukunan dalam
masyarakat.
2.3 Hidup antar umat beragama di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu contoh masyarakat yang
multikultural. Multikultural masyarakat Indonesia tidak sauja kerena
keanekaragaman suku, budaya,bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang
diakui oleh pemerintah Indonesia adalah agama islam, Katolik, protestan, Hindu,
Budha, Kong Hu Chu. Dari agama-agama tersebut terjadilah perbedaan agama yang
dianut masing-masing masyarakat Indonesia. Dengan perbedaan tersebut apabila
tidak terpelihara dengan baik bisa menimbulkan konflik antar umat beragama yang
bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri yang mengajarkan kepada kita
kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong menolong.
Maka dari itulah diperlukan suatu model hubungan antar
masyarakat yang berbeda agama yaitu kerukunan hidup antar umat beragama atau
toleransi antar umat beragama. Istilah ini dikemukakan oleh mantan Menteri
Agama Indonesia tahun 1972. Sebagai sarana pencapaian kehidupan harmonis antar
umat beragama yang diselenggarakam dengan segala kearifan dan kebijakan atas
nama pemerintah.
Kerukunan
antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama
bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan
kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun
dan damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir
dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan
perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup
antar umat beragama member ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari
agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri.
Pentingnya
kerukunan hidup antar umat beragama adalah terciptanya kehidupan masyarakat
yang harmonis dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling
bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak
langsung memberikan stabilitas dan kemajuan Negara.
Cara
menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama adalah dengan
mengadakan dialog antar umat beragama yang di dalamnya membahas tentang
hubungan antar sesama umat beragama. Selain itu ada beberapa cara menjaga
sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antarumat beragama antara lain:
a)
Menghilangkan
perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain.
b) Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia
melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya.
c)
Biarkan umat
lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu umat lain yang sedang beribadah.
d)
Hindari diskriminasi
terhadap agama lain.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam bab-bab sebelumnya kita telah banyak membicarakan mengenai kerukunan. Sebagi sebuah kesimpulan dapat dikatakan bahwa kerukunan merupakan factor penting dalam kehidupan masyarakat yang bernegara. Dikatakan factor penting karena kemajemukan berpotensi bagi terciptanya konflik. Agar hal ini tidak sampai terjadi, maka kerukunan perlu untuk selalu diusahakan. Kerukunan itu mencakup segala aspek kehidupan dan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan mulai dari individu itu sendiri sampai pada keberadaan individu tersebut sebagai warga Negara.
Dalam bab-bab sebelumnya kita telah banyak membicarakan mengenai kerukunan. Sebagi sebuah kesimpulan dapat dikatakan bahwa kerukunan merupakan factor penting dalam kehidupan masyarakat yang bernegara. Dikatakan factor penting karena kemajemukan berpotensi bagi terciptanya konflik. Agar hal ini tidak sampai terjadi, maka kerukunan perlu untuk selalu diusahakan. Kerukunan itu mencakup segala aspek kehidupan dan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan mulai dari individu itu sendiri sampai pada keberadaan individu tersebut sebagai warga Negara.
Demi terwujudnya kerukunan, factor-faktor pendukung terciptanya kerukuan
perlu untuk dihormati, dihargai, dan dipraktekkan, agar tidakk kehilangan
kewibawaannya. Factor-faktor pembentuk terciptanya kerukunan itu antara lai
ialah nilai dan norma dalam masyarakat dan kemudian peraturan
perundang-undangan yang berlaku dinegara kita.
Namun demikian, kerukunan
akan sangat mudah tercipta manakala setiap individu dalam masyarakat berusaha
secara pribadi mempraktekkannya. Lembaga-lembaga kemasyarakatan juga diharapkan
turut memberi andil dalam usaha mewujudkan kerukunan di negara Indinesia
tercinta ini.
3.2 Saran-saran
Secara umum saran dari kelompok ialah agar kita sebagi masyarakat yang beragama dan berbudaya sadar akan keberadaan kita di tengan kemajemukan yang ada. Dengan kesadaran itu, kita diharapkan bisa menghargai berbagai perbedaan yang ada.
Secara umum saran dari kelompok ialah agar kita sebagi masyarakat yang beragama dan berbudaya sadar akan keberadaan kita di tengan kemajemukan yang ada. Dengan kesadaran itu, kita diharapkan bisa menghargai berbagai perbedaan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K.1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Dähler, Franz dan Eka Budianta.2000. Pijar Peradaban Manusia. Yogyakarta: Kanisius.
FORUM, Jurnal Ilmiah Filsafat dan Teologi STFT Widya Sasana, Malang.
Soekanto, soerjono. 1982. Sosiologi:Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
http://www.teologi.net//
Bertens, K.1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Dähler, Franz dan Eka Budianta.2000. Pijar Peradaban Manusia. Yogyakarta: Kanisius.
FORUM, Jurnal Ilmiah Filsafat dan Teologi STFT Widya Sasana, Malang.
Soekanto, soerjono. 1982. Sosiologi:Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
http://www.teologi.net//
Tidak ada komentar:
Posting Komentar