Sabtu, 19 April 2014

Makalah Sosiologi "Kerukunan"



KATA PENGANTAR 


            Ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa tanpa berkatnya karya tulis ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. 
            Penyusunan karya tulis ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sosiologi dan dapat memahami apa itu kerukunan, cakupannya, dan unsur-unsurnya bisa menjadi penggerak kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan juga dalam kehidupan beragama.
            Penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan dorongan untuk penyelesaian tugas ini. Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dwi Budi selaku Guru Bidang Studi dan semua pihak yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya demi penyelesaian karya tulis ini.
            Penulis menyadari bahwa karya tulis ini belum sempurna. Sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif atau yang bersifat membangun demi penyempurnaan atau perbaikan-perbaikan karya tulis ini

. 
Balikpapan, 4 Februari 2014


Penulis
 
                                                                                                                        
                                                                         



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR  …………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI  …………………………………………………………......................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang …………………………………………………………...….…. 3
1.2       Rumusan Masalah ……………………………………………………...……… 4
1.3       Tujuan Penulisan …………………………………………………………...….. 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1     Kerukunan ………………………………………………………………………..5
2.2     Faktor dan Unsur Pembentuk Terciptanya Kerukunan …………………….. 8
2.3     Hidup Antar Umat Beragama di Indonesia ………………………………….. 9
BAB III PENUTUP
3.1     Kesimpulan ………………………………………………………………….… 11
3.2     Saran – saran …………………………………………………………….…… 11
Daftar Pustaka …………………………………………………………………….…. 12









BAB 1
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
            Kerukunan adalah kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari, kerukunan selalu disejajarkan dengan situasi atau keadaan dimana antar anggota dalam masyarakat saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lainya. Sikap saling menghargai dan menghormati ini menciptakan keselarasan/keserasian hidup dalam masyarakat. Keselarasan dan keserasian hidup ini memungkinkan setiap individu berkarya baik itu untuk kepentingan pribadi individu itu sendiri maupun aspek sosial dari karya individu tersebut.
            Kata kerukunan ini tidaklah mudah dalam pengejahwantahannya. Karena hal inilah maka kerukunan itu menjadi cita-cita harapan yang diperjuangkan (bersama).Dalam konteks berbangsa/bernagara, budaya/adat-istiadat, beragama, berbahasa - kerukunan sungguh menjadi cita-cita harapan yang harus diperjuangkan bersama. Dikatakan ‘sungguh’ oleh karena kita ‘sungguh’ berada dalam suatu bangsa yang ‘sungguh’ banyak perbedaannya. Maka, kerukunan merupakan sesuatu (keadaaan) yang ‘sungguh’ harus diperjuangkan (bersama).
            Dikatakan sebelumnya bahwa kerukunan itu penting untuk diusahakan, maka pemahaman akan kerukunan itu sendiri menjadi penting untuk dibahas ataupun juga ditanamkan dalam pribadi setiap induvidu. Berkaitan dengan ini, penulis mencoba membantu pembaca untuk melihat seperti apakah kerukunan itu.Penulis mencoba mendalami tema kerukunan ini melalui tulisan dengan judul KERUKUNAN SEBUAH PENDALAMAN.

1.2
      Rumusan Masalah
1.2.1     Apa itu kerukunan beserta cangkupannya ?
1.2.2     Apa Factor/unsur pembentuk terciptanya kerukunan?
1.2.3     Bagaimana kerukunan hidup antar umat berbangsa di Indonesia ?

1.3    Tujuan penulisan
1.        Mendeskripsikan kerukunan beserta cakupannya
2.        Mendeskripsikan factor/unsur pembentuk terciptanya kerukunan.
3.        Mendeskripsikan praktik kerukunan di Indonesia.

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Kerukunan 
                 Secara umum kerukunan dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana tercipta suatu keseimbangan sosial dalam masyarakat. Kerukunan ini juga bisa diartikan sebagai keadaan atau situasi bebas konflik. Bila ditinjau lebih jauh terutama bila dilihat dari kata dasarnya, rukun, maka kerukunan bukan hanya sebagai suatu situasi atau kondisi semata tetapi lebih dari itu kerukunan mencerminkan suatu relasi yang intim antar individu ataupun kelompok dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat atau beragama.

Cakupan kerukunan :
a)     Kerukunan dalam Keluarga
                 Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga "kulawarga" yang berarti "anggota" "kelompok kerabat". Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah, bersatu. Keluarga inti ("nuclear family") terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka.
                 Keluarga merupakan lingkungan yang paling kecil dalam masyarakat. Selain itu, antar anggota keluarga memiliki ikatan darah yang kuat. Kedua hal ini memungkinkan kerukunan dalam keluarga itu mudah tercipta.
                 Namun demikian, terkadang keluarga sebagai suatu unit social terkecil dalam masyarakat dan tempat menanaman nilai dan norma paling awal, justru tidak menjalankan fungsinya. Hal ini dikerenakan ‘aktor-aktris’ utama (dalam hal ini suami-istri) dalam keluarga tidak berkontribusi dalam penanaman nilai-norma yang baik bagi anak-anak mereka.
                 Terlepas dari semua hal itu, kerukunan dalam keluarga menjadi dasar bagi kerukunan dalam cakupan yang lebih luas. Oleh karenanya, kerukunan dalam keluarga menjadi penting untuk dipupuk sejak dini.

b)    Kerukunan dalam hidup beragama
                 Dalam hidup beragama, kerukunan lebih dilihat sebagai suatu keadaan dimana tercipta saling pengertian, saling menghormati antar pemaluk agama. Kerukunan dalam hidup beragama manjadi suatu hal yang penting manakala kita dalam kehidupan bersama, dalam hal ini mencakup kebersamaan kita dalam berbangsa dan bernegara; dihadapkan pada kondisi kemajemukan, seperti yang dialami oleh Negara kit asaat ini. 
                 Kemajemukan di negara kita ini mencakup begitu banyak aspek dan salah satunya adalah agama/kepercayaan/religiusitas. Hemat kami, kerukunan tercipta manakala setiap pemeluk agama mengerti dan memahami apa yang diajarkan agamanya. Selain itu, hal yang tak kalah penting ialah bahwa setiap umat beragama harus menyadari bahwa negara kita ini adalah negara yang majemuk, sehingga tidak ada agama yamg merasa diri sebagai agama yang benar,mengatasi agama-agama lainnya. Bila umat beragama sadar,menghormati kemajemukan beragama, maka kerukunan antar umat beragama bisa tercipta.

c)    Kerukunan dalam hidup bermasyarakat
                 Kerukunan hidup dalam bermasyarakat memiliki landasan yang sama dengan kerukunan dalam hidup beragama, namun cakupannya lebih luas. Kalau dalam kehidupan beragama, sikap saling menghormati terjadi antar kelompok agama; dalam kehidupan bermasyarakat, sikap saling menghormati terjadi antar individu dalam masyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat selain sikap dasariah ini, norma-norma umum baik yang tertulis maupun tidak tertulis, juga menjadi faktor penting bagi terciptanya kerukunan.

d)    Kerukunan dalam berbudaya 
                 Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki begitu banyak kebudayaan sehingga kemudian munculah istilah majemuk, negara yang majemuk. Kemajemukan itu terjadi di segala bidang kehidupan dan salah satunya adalah budaya.
                 Budaya yang beranekaragam ini membawa keuntungan bagi negara terutama pemasukan dari sector pariwisata. Selain itu yang paling penting ialah bahwa kemajemukan budaya ini memberikan kontribusi yang tak ternilai bagi terbentuknya identitas nasional Negara Indonesia.
                 Namun demikian, perbedaan budaya juga tak jarang menimbulkan konflik. Sikap tidak saling menghormati antar budaya selalu mejadi factor utama terjadinya konflik tersebut. Selain itu sukuisme masih tertanam kuat dalam diri masyarakat yang bertikai. Berhadapan dengan kenyataan seperti ini, keberadaan unsur-unsur dan factor-faktor pembentuk kerukunan menjadi sangatlah penting.








2.2 Faktor dan unsur pembentuk terciptanya kerukunan
a)    Nilai dan norma
                 Dalam kehidupan berkeluarga, beragama, berbudaya, berbangsa dan bernegara, terdapat sitem nilai atau norma baik itu yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Nilai dan norma ini merupakan pedoman hidup yang diterima dan diakui bersama oleh masyarakat.
                 Keberadaan nila dan norma ini dalam kehidupan bersama menjadi sangat panting terutama dalam mengatur hubungan dan tata kelakuan dalam hidup bersama. Bila dilihat dari fungsinya, nila dan norma berpotensi besar dalam mewujudkan apa yang dinamakan kerukunan baik itu dalam berkeluarga, beragama, berbudaya, maupun dalam berbangsa dan bernegara.
Sikap saling menghormati tercakup dalam sistem nilai dan norma. Sikap saling menghormati antar
individu, agama,  budaya, menjadi factor penting terciptanya kerukunan. Bila setiap individu dalam masyarakat memiliki sikap ini, kerukuan dalam bentuk dan cakupan apa pun akan tercipta.

b)    UUD’45, UU(Undang-undang), dan PP(PeraturanPemerintah)
                 Selain sistem nilai dan norma, UUD’45, UU,PP, juga menjadi unsur pembentuk terciptanya kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat. Mengapa ketiga hal ini perlu? Dalam kehidupan bermasyarakat, ada saat dimana sistem nilai dan norma yang diakui bersama dalam masyarakat telah kehilangan kewibawaannya. Masyarakat tidak lagi menghormati nilai dan norma yang ada, maka dalam upaya menyelesaikan masalah ini, UUD’45, UU, dan PP menjadi acuan. Disinilah peran penting UUD’45, UU, dan PP dalam menciptakan kerukunan dalam masyarakat.



2.3    Hidup antar umat beragama di Indonesia

                 Indonesia merupakan salah satu contoh masyarakat yang multikultural. Multikultural masyarakat Indonesia tidak sauja kerena keanekaragaman suku, budaya,bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia adalah agama islam, Katolik, protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu. Dari agama-agama tersebut terjadilah perbedaan agama yang dianut masing-masing masyarakat Indonesia. Dengan perbedaan tersebut apabila tidak terpelihara dengan baik bisa menimbulkan konflik antar umat beragama yang bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri yang mengajarkan kepada kita kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong menolong.
                 Maka dari itulah diperlukan suatu model hubungan antar masyarakat yang berbeda agama yaitu kerukunan hidup antar umat beragama atau toleransi antar umat beragama. Istilah ini dikemukakan oleh mantan Menteri Agama Indonesia tahun 1972. Sebagai sarana pencapaian kehidupan harmonis antar umat beragama yang diselenggarakam dengan segala kearifan dan kebijakan atas nama pemerintah. 
                 Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama member ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri.
                 Pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama adalah terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan Negara. 
                 Cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama adalah dengan mengadakan dialog antar umat beragama yang di dalamnya membahas tentang hubungan antar sesama umat beragama. Selain itu ada beberapa cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antarumat beragama antara lain: 
a)      Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain.
 b)     Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya. 
c)      Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu umat lain yang sedang beribadah. 
d)      Hindari diskriminasi terhadap agama lain. 


















BAB III
PENUTUP


3.1       Kesimpulan
            Dalam bab-bab sebelumnya kita telah banyak membicarakan mengenai kerukunan. Sebagi sebuah kesimpulan dapat dikatakan bahwa kerukunan merupakan factor penting dalam kehidupan masyarakat yang bernegara. Dikatakan factor penting karena kemajemukan berpotensi bagi terciptanya konflik. Agar hal ini tidak sampai terjadi, maka kerukunan perlu untuk selalu diusahakan. Kerukunan itu mencakup segala aspek kehidupan dan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan mulai dari individu itu sendiri sampai pada keberadaan individu tersebut sebagai warga Negara.
Demi terwujudnya kerukunan, factor-faktor pendukung terciptanya kerukuan perlu untuk dihormati, dihargai, dan dipraktekkan, agar tidakk kehilangan kewibawaannya. Factor-faktor pembentuk terciptanya kerukunan itu antara lai ialah nilai dan norma dalam masyarakat dan kemudian peraturan perundang-undangan yang berlaku dinegara kita.
            Namun demikian, kerukunan akan sangat mudah tercipta manakala setiap individu dalam masyarakat berusaha secara pribadi mempraktekkannya. Lembaga-lembaga kemasyarakatan juga diharapkan turut memberi andil dalam usaha mewujudkan kerukunan di negara Indinesia tercinta ini.

3.2       Saran-saran
            Secara umum saran dari kelompok ialah agar kita sebagi masyarakat yang beragama dan berbudaya sadar akan keberadaan kita di tengan kemajemukan yang ada. Dengan kesadaran itu, kita diharapkan bisa menghargai berbagai perbedaan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K.1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Dähler, Franz dan Eka Budianta.2000. Pijar Peradaban Manusia. Yogyakarta: Kanisius.
FORUM, Jurnal Ilmiah Filsafat dan Teologi STFT Widya Sasana, Malang.
Soekanto, soerjono. 1982. Sosiologi:Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
http://www.teologi.net//

Tidak ada komentar:

Posting Komentar